Keberadaan pekerja anak di sector alas kaki di Indonesia menjadi
perhatian serius dari pihak ILO/IPEC. Berdasarkan asumsi awal bahwa
proses produksi alas kaki kerap menggunakan bahan kimia ternyata
hal tersebut ditemui tatkala ILO melakukan rapid assessment keberadaan
pekerja anak di sector alas kaki di Sentra Alas Kali Cibaduyut,
Bandung pada April 1999. Rapid Assessment tersebut menemukan bahwa
lebih dari 1000 pekerja anak terlibat dalam proses produksi alas
kaki dan bergelut dengan berbagai bahan kimia yang berbahaya bagi
perkembangan mental, moral, pengetahuan dan fisik mereka di kemudian
hari. Keterlibatan mereka dalam proses produksi di sector ini telah
berlangsung sejak tahun 1920-an.
Hasil rapid assessment ini kemudian diimplementasikan dalam bentuk
program penghapusan pekerja anak di sector alas kaki di Indonesia
tahap pertama sejak Desember 1999 hingga Desember 2001. Program
ini dilaksanakan di Sentra Alas Kaki Cibaduyut, yang meliputi lima
kelurahan di Kota Bandung, dan tiga desa di Kabupaten Bandung. Kedelapan
kelurahan/desa itu adalah: Kebon Lega, Mekarwangi, Cibaduyut, Cibaduyut
Wetan, Cibaduyut Kidul, Cangkuang Wetan, Cangkuang Kulon, dan Sukamenak.
Program bertujuan untuk melakukan penghapusan pekerja anak secara
sistematis dengan menggunakan metode penarikan pekerja anak dari
tempat bekerja (bengkel), pencegahan anak-anak memasuki tempat kerja
dalam usia dini, dan melakukan rehabilitasi pasca bekerja. Di samping
itu, program juga bertujuan mengembangkan berbagai hal yang mampu
mencegah anak terlibat dalam proses produksi melalui pengembangan
mesin-mesin yang lebih produktif dan perbaikan kondisi tempat kerja.
Dalam periode tersebut, proyek telah melaksanakan berbagai program
kerja sama dengan seluruh stakeholders pekerja anak (pemerintah,
serikat buruh, asosiasi pengusaha, universitas, mass media, guru,
organisasi non-pemerintah, orang tua pekerja anak, dan masyarakat
local). Dimulai dari pelaksanaan baseline survey, penelitian, kampanye,
penguatan keterampilan mantan pekerja anak, penyelenggaraan pendidikan
formal dan non-formal, peningkatan pelayanan kesehatan, pembentukan
dan penguatan organisasi-organisasi local masyarakat hingga pada
pengembangan infrastruktur tempat kerja dan program pengembangan
monitoring berbasis masyarakat. Di samping program aksi, ILO juga
menandatangani Memorandum of Understanding dengan pemerintah Kota
Bandung dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan melalui pengobatan
gratis di tingkat puskesmas dan rumah sakit daerah bagi pekerja
anak yang mendapatkan kecelakaan kerja.
Selain program-program aksi tersebut, ILO/IPEC juga melakukan pemantauan
pekerja anak di bengkel-bengkel sambil juga memantau kondisi bengkel
kerja yang dilakukan empat hari setiap minggu. Dalam melakukan kunjungan
pemantauan ke bengkel-bengkel, staf ILO/IPEC juga bertukar pikiran
dengan pemilik bengkel atau para pekerja dewasa (tukang) tentang
segala hal yang terkait dengan peningkatan sumber daya manusia Indonesia,
melalui penarikan, pencegahan dan rehabilitasi pekerja anak di sektor
alas kaki.
Informasi atau data yang diperoleh dari kunjungan ke bengkel ini
kemudian dikumpulkan dan diolah dalam database yang dapat diakses
oleh siapapun. Hasil database juga kemudian disebarluaskan secara
teratur kepada seluruh stakeholders untuk mendapatkan tanggapan
dan masukan.
Melalui berbagai program aksi dan kerja sama tersebut, jumlah pekerja
anak kemudian memang menurun. Berbagai inisiatif kemudian justru
muncul dari masyarakat, seperti: pembentukan berbagai organisasi
local, mainstreaming berbagai kegiatan masyarakat dengan isu pekerja
anak melalui pengadaan beasiswa, dll.
Banyak kerja yang telah dan sedang dikerjakan.
Namun, banyak pula hal yang masih harus ditingkatkan. Dalam fase
kedua program, ILO/IPEC kemudian akan mengembangkan berbagai program
lagi terutama dalam hal perubahan budaya masyarakat dari melibatkan
anak dalam proses produksi menjadi pengikutsertaan anak dalam seluruh
kegiatan pengembangan sumber daya manusia yang nantinya akan menyelamatkan
di kemudian hari kelak. Itulah inti dari program ini.