Persiapan Untuk Meletakkan Pondasi Bagi Suatu Program
Terikat Waktu Untuk Indonesia:
Rangkuman Situasi yang Ada Sekarang
IPEC telah aktif di Indonesia sejak tahun 1992
dengan lebih dari 100 program aksi untuk memerangi pemburuhan anak
di Indonesia. Beberapa di antaranya berhasil, beberapa hanya sebagian
saja yang berhasil, dan sisanya gagal. Secara umum, sebagian besar
dari program-program tersebut memiliki skala yang terbatas dan karena
itu, dampaknya pun tidak begitu besar. Meskipun demikian, program-program
aksi itu sangat bermanfaat untuk mempelajari masalah pemburuhan
anak dan mengupayakan beberapa pendekatan untuk memecahkan masalah
ini. Setelah aktif selama 10 tahun di Indonesia, IPEC berpendapat
bahwa Indonesia siap memerangi masalah pemburuhan anak secara lebih
komprehensif dan ILO bersedia untuk berusaha sedapat mungkin memberikan
dukungan kepada Indonesia.
Dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 82 Tahun 1999
di bulan Maret 2000, Indonesia menyatakan komitmennya untuk mengambil
langkah-langkah yang bersifat segera dan efektif untuk menjamin
dilarangnya dan dihapuskannya bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk
anak sebagai suatu hal yang mendesak. Untuk menunjukkan bahwa bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak dapat dihapuskan dalam jangka waktu
tertentu, IPEC merancang sebuah pendekatan baru dan terpadu berupa
"program terikat waktu" (TBP), yang disusun berdasarkan
pengalaman IPEC sendiri yang cukup ekstensif dan dari banyak organisasi
di seluruh dunia yang menjadi mitra kerjanya. Pendekatan ini ditulis
dalam buku pedoman yang berjudul "Menghapuskan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak: sebuah pendekatan terpadu dan terikat
waktu; pedoman bagi pemerintah, pengusaha, pekerja, donor dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan." Tiga negara dewasa ini sedang melaksanakan
program terikat waktu: Nepal, Tanzania dan El Salvador.
Pada intinya, program terikat waktu adalah sekumpulan kebijakan
dan program yang terpadu dan terkoordinir secara ketat untuk mencegah
dan menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dalam
jangka waktu tertentu (antara lima sampai sepuluh tahun). Jangka
waktu ini tergantung pada ketersediaan sumber daya, sifat dasar
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak itu sendiri, tingkat
ketrampilan lokal dan keadaan-keadaan lain di masing-masing negara
yang menjalankan program ini.
Untuk menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
diperlukan komitmen nasional yang kuat untuk melaksanakan serangkaian
langkah kebijakan pelengkap yang dirancang untuk menarik dan merehabilitasi
anak-anak yang sudah menjadi pekerja anak dan mencegah anak-anak
yang beresiko dijadikan pekerja anak supaya tidak menjadi pekerja
anak. Untuk memastikan bahwa program terikat waktu ini benar-benar
mencapai sasaran yang dikehendaki dan efektif, diperlukan persiapan
yang ekstensif. Pendekatan terikat waktu juga menuntut keterlibatan
semua pihak yang berkepentingan (key stakeholders), termasuk pemerintah
di semua tingkatan, organisasi-organisasi non pemerintah, organisasi-organisasi
pengusaha dan organisasi-organisasi pekerja.
Program terikat waktu dapat dibagi ke dalam
empat tahap:
1. Meletakkan pondasi (dengan menetapkan sasaran, memobilisasi
dukungan politik tingkat tinggi dan masyarakat sipil, dan dengan
penelitian dan analisa).
2. Merancang program (dengan mempersiapkan kertas kerja kebijakan
nasional dan proposal program)
3. Implementasi/ pelaksanaan program (dilaksanakan oleh mitra kerja
lokal, instansi-instansi pemerintah, organisasi-organisasi pekerja,
organisasi-organisasi pengusaha, dan organisasi-organisasi non pemerintah;
IPEC dan mitra kerjanya akan terus melakukan pemantauan secara ketat
dan mengevaluasi kemajuan yang diraih)
4. Evaluasi program yang sedang berjalan saat ini
Kapasitas mitra kerja di Indonesia
Program terikat waktu akan dilaksanakan oleh organisasi-organisasi
nasional. Karena itu, penting untuk menilai kapasitas organisasi-organisasi
tersebut untuk merancang, memantau dan mengevaluasi program terikat
waktu dan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya.
Di Indonesia, organisasi mitra yang kuat hampir tidak ada. Yang
ada hanyalah individu-individu yang kuat. Pemerintah, organisasi-organisasi
pekerja, organisasi-organisasi pengusaha, atau sebagian besar organisasi
non pemerintah memiliki struktur, kebijakan atau dana untuk mendukung
kegiatan-kegiatan anti pemburuhan anak.
Departemen Dalam Negeri ternyata merupakan mitra
kerja yang kuat, tetapi ini pun sebagian besar dikarenakan adanya
komitmen individual yang kuat. Secara umum, organisasi-organisasi
pengusaha dan pekerja masih lemah. Sebagian besar organisasi pekerja
yang ada baru berdiri dan tidak satu pun dari organisasi pekerja
tersebut yang memprioritaskan penghapusan pemburuhan anak dalam
agenda masing-masing. Organisasi pengusaha pada umumnya mewakili
perusahaan-perusahaan besar padahal jenis-jenis pekerjaan yang mengeksploitsi
buruh anak pada umumnya justru dijumpai pada perusahaan-perusahaan
kecil dan sedang. Organisasi non pemerintah mungkin merupakan mitra
kerja yang kuat. Beberapa di antaranya menjadi sangat berpengalaman,
walaupun sedikit sekali dari organisasi-organisasi itu yang mengkhususkan
diri pada upaya memerangi pemburuhan anak.
Sebagian besar upaya membangun kapasitas dikonsentrasikan
pada organisasi-organisasi non pemerintah. Banyak organisasi non
pemerintah yang sangat tergantung pada pendanaan yang diberikan
donor sehingga akibatnya, kegiatan yang mereka lakukan terhenti
begitu dana yang mereka terima habis pada akhir proyek. JARAK, sebuah
jaringan organisasi non pemerintah yang menangani masalah pemburuhan
anak, berpotensi memimpin gerakan melawan pemburuhan anak, tetapi
saat ini masih belum begitu kuat. Masalah lainnya adalah kurang
tersedianya akademisi dengan tingkat yang memadai, yang dapat mendukung
pengembangan program-program anti pemburuhan anak. Para mitra kerja
dapat saling memperkuat apabila mereka mau bekerja sama, tetapi
secara umum, jangankan kerjasama, koordinasi antar mitra kerja pun,
masih sangat kurang.
Proses program terikat waktu akan terus membangun kapasitas, mencoba
untuk mengintegrasikan lebih banyak lagi masalah-masalah pemburuhan
anak dalam modul-modul pelatihan reguler di universitas-universitas,
pelatihan inspektorat ketenagakerjaan, akademi-akademi kepolisian,
dan lain-lain. Koordinasi dan kerjasama akan menjadi bagian dari
program terikat waktu.
Pelajaran-pelajaran yang dipelajari dari pengalaman
IPEC di Indonesia
IPEC telah aktif di Indonesia sejak tahun 1992 dan sudah memiliki
banyak pengalaman, yang hendaknya ditulis dalam suatu buku pedoman
praktis mengenai praktek-praktek terbaik sebagai bagian dari persiapan.
Apabila dirangkum, pelajaran-pelajaran yang telah
dipelajari tersebut antara lain meliputi:
n Fakta bahwa tanpa komitmen politik,
upaya-upaya untuk menghapus pemburuhan anak akan tetap harus diprakarsai
hanya oleh ILO dan organisasi-organisasi internasional lainnya,
dan karena itu, upaya-upaya tersebut akan sangat terbatas. Contoh
yang baik adalah program yang dijalankan bersama Departemen Dalam
Negeri, yang memasukkan pekerja anak sebagai bagian dari program
pengentasan kemiskinan nasional sehingga ada banyak sekali pekerja
anak yang dapat dijangkau daripada yang ditargetkan dalam program.
Hal ini juga berkaitan dengan upaya pengarusutamaan, yang berjalan
efektif apabila disertai dengan komitmen politik.
n Meskipun upaya-upaya
penyadaran merupakan komponen standar dari semua program aksi IPEC
dan terbukti sangat efektif apabila digunakan, sebagian besar masyarakat
tidak melihat pemburuhan anak sebagai suatu masalah, atau mereka
tidak menyadari adanya beberapa bentuk-bentuk pekerjaan terburuk
untuk anak. Selain kampanye khusus yang ditujukan untuk kelompok-kelompok
sasaran tertentu, bagian yang lebih besar dari masyarakat dapat
dijangkau melalui media massa. Pada saat yang bersamaan, IPEC dapat
lebih proaktif dalam melibatkan mitra kerja dan membuat mereka merasa
menjadi bagian dari sebuah gerakan.
n Pembangunan kapasitas
ad hoc sering kali tidak efektif karena orang-orang yang sudah dilatih
sering kali meninggalkan pekerjaannya karena mendapatkan pekerjaan
baru. Dengan mengarusutamakan masalah pemburuhan anak dalam program-program
pelatihan reguler, masalah ini dapat dihindari.
n Sebagian besar
informasi mengenai bentuk-bentuk spesifik pekerjaan terburuk untuk
anak, termasuk besarnya dan penyebabnya, hanya tersedia selama berlangsungnya
program aksi. Dengan memberikan pelayanan kepada pekerja anak dan
keluarganya, termasuk kepada masyarakat, informasi yang relevan
jauh lebih mudah diperoleh daripada dari metodologi-metodologi penelitian
tradisional.
n Upaya menyingkirkan
pekerja anak dari tempat kerjanya merupakan upaya yang amat sulit
dilakukan. Sebagian besar keberhasilan yang diperoleh adalah berkat
upaya penyadaran dan tindakan persuasif. Penegakan hukum oleh pengawas/
inspektur ketenagakerjaan tidak pernah dilakukan, dan pekerja anak
yang ditarik keluar dari jermal tempatnya bekerja tidak diberi alternatif
pekerjaan yang lain, sehingga nasib mereka menjadi lebih buruk daripada
sebelumnya. Pemantauan bersama terhadap tempat kerja, dengan pemberian
alternatif-alternatif segera kepada pekerja anak yang ditarik keluar
dari tempat kerjanya, yang saat ini sedang berlangsung di jermal-jermal,
terbukti lebih efektif.
n Dampak sesungguhnya
hanya dapat dicapai secara multi dimensional, dengan melibatkan
semua pihak yang berkepentingan (key shareholders). Banyak program
aksi langsung menunjukkan bahwa pendekatan terbatas (memberikan
pendidikan atau pelatihan ketrampilan, memberikan pelayanan kesehatan)
tidak memecahkan masalah. Hanya pendekatan yang komprehensif dan
terpadu sajalah yang efektif.
Situasi hukum dan kebutuhan akan reformasi hukum
Berikut ini adalah beberapa masalah utama yang
telah diidentifikasi:
n Definisi hukum tentang anak dalam
perundang-undangan nasional perlu dibuat lebih konsisten
n Baik Konvensi ILO No. 138 maupun
No. 182 telah diratifikasi oleh Indonesia. Meskipun batas usia minimum
adalah 15 tahun untuk bekerja, 13 tahun untuk melakukan pekerjaan
ringan, dan 18 tahun untuk pekerjaan berbahaya masih akan dikonfirmasikan
oleh undang-undang baru di bidang Pembinaan dan Perlindungan Tenaga
Kerja, batas usia tersebut tidak akan ada artinya apabila tidak
disertai dengan peraturan-peraturan yang mendefinisikan apa yang
dimaksud dengan pekerjaan ringan, pekerjaan berbahaya dan tanpa
adanya kondisi kerja yang bersifat khusus untuk anak-anak yang bekerja
secara sah.
n Sanksi bagi pengusaha yang melanggar
batas usia minimum bekerja tidak ada. RUU Pembinaan dan Perlindungan
Tenaga Kerja memberikan beberapa sanksi, tetapi tidak meliputi sanksi
seperti dikeluarkannya peringatan atau penarikan ijin operasi oleh
pengawas ketenagakerjaan.
n UU No. 3 Tahun 1997 mendefinisikan
usia delapan tahun sebagai usia dapat dimintai pertanggungjawaban
atas perbuatan pidana yang dilakukan. Ini berarti bahwa anak berusia
delapan tahun dianggap mempunyai kapasitas untuk mempertimbangkan
konsekuensi hukum dari perbuatan yang dilakukannya dan dapat diseret
ke pengadilan seperti orang dewasa. Undang-undang ini tidak memberikan
perlindungan khusus yang diperlukan anak.
n Tuntutan ke pengadilan atas eksploitasi
seksual tergantung pada laporan korban, yang sering kali merasa
terlalu malu atau takut untuk melapor.
n Undang-undang perkawinan, yang mengijinkan
perkawinan dini dan membuat seorang anak menjadi dewasa, disalahgunakan
untuk membuat perkawinan palsu sehingga anak dapat "secara
legal" memasuki dunia pelacuran (prostitusi).
n Penegakan hukum menjadi rumit [sulit
dilaksanakan] karena seringnya digunakan KTP yang dipalsukan. Pembuatan
KTP palsu dimungkinkan karena tidak adanya kewajiban untuk melakukan
pendaftaran kelahiran.
n Anak-anak berusia di bawah 18 tahun
yang meninggalkan Indonesia melalui proses migrasi ilegal atau dengan
KTP yang dipalsukan tidak memiliki perlindungan sama sekali karena
tidak adanya undang-undang atau pelayanan untuk melindungi pekerja
migran Indonesia.
n Tidak adanya undang-undang wajib
sekolah yang memberikan pendidikan secara cuma-cuma kepada anak
sampai anak yang bersangkutan mencapai usia minimum diperbolehkan
bekerja. Kebijakan yang ada sekarang mengenai pendidikan untuk semua
tidak melindungi anak dari orang tua yang lebih menghargai pekerjaan
daripada pendidikan anaknya.
Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
di Indonesia
Sekitar 18 bentuk pekerja anak yang berbeda-beda
dapat diidentifikasi di Indonesia. Anak-anak jelas tidak pantas
dilibatkan dan dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk pemburuhan tersebut,
dan karena itu, adalah sangat mendesak untuk menghapuskan bentuk-bentuk
pemburuhan tersebut. Beberapa tindakan, studi atau program telah
diupayakan untuk menghapus sebagian besar bentuk pemburuhan ini,
tetapi biasanya secara amat terbatas dan sampai sekarang dampaknya
masih sedikit. Biasanya, sifat dasar dari bentuk-bentuk pemburuhan
ini adalah ilegal dan informal sehingga bentuk-bentuk pemburuhan
ini tidak tercermin dalam statistik resmi nasional. Hampir tidak
ada informasi yang tersedia mengenai besarnya dan penyebab ke delapan
belas bentuk pemburuhan anak ini. Satu-satunya informasi tersedia
yang dapat diandalkan, yakni dari proyek-proyek pemberantasan pekerja
anak di jermal dan industri sepatu, sifatnya terbatas pada daerah
tempat proyek-proyek yang bersangkutan dilaksanakan, dan hanya diperoleh
selama implementasi proyek saja.
Beberapa prioritas telah ditetapkan untuk program
terikat waktu karena tidaklah mungkin untuk memerangi semua bentuk
pekerja anak ini secara sekaligus di seluruh Indonesia. Indonesia
sudah mengidentifikasi bentuk-bentuk terburuk pekerja anak yang
mendapatkan prioritas utama dalam Rencana Aksi Nasional. Komite
Aksi Nasional Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak memprioritaskan
pengembangan suatu model mengenai bagaimana menghapus bentuk-bentuk
pekerja anak berikut:
IPEC telah memberikan prioritas tepat pada penghapusan bentuk-bentuk
pemburuhan yang disebut di atas, dan karena itu, beberapa studi
mengenai bentuk-bentuk tersebut telah dilakukan. Dua program sektoral
terikat waktu yang pertama di Indonesia dewasa ini sedang diupayakan
dengan sasaran untuk menghapus dua dari enam bentuk pemburuhan anak
tersebut, yaitu pemanfaatan anak untuk bekerja di jermal dan pemanfaatan
untuk bekerja di industri sepatu. Untuk menghapus perdagangan anak
telah disiapkan suatu program perbandingan yang diharapkan dapat
dimulai pada tahun 2002 ini. Suatu penelitian aksi tahunan akan
dilaksanakan terhadap anak-anak yang dimanfaatkan untuk bekerja
sebagai pembantu rumah tangga dan anak-anak yang dilibatkan dalam
penjualan, produksi dan perdagangan obat bius. Suatu penilaian cepat
telah dilaksanakan terhadap anak-anak yang dimanfaatkan untuk bekerja
di tambang-tambang emas di Kalimantan Timur.
Selain prioritas-prioritas sektoral, perlu diidentifikasi
wilayah atau daerah geografis, di mana upaya-upaya untuk memerangi
pemburuhan anak akan dikonsentrasikan. Dengan menyimak pekerjaan
yang saat ini dilakukan oleh ILO atau IPEC, kehadiran organisasi-organisasi
internasional lainnya dan insiden yang berkenaan dengan bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak, provinsi Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, Sumatra Utara dan Riau, dan khususnya Batam, dapat diidentifikasi
sebagai wilayah atau daerah yang perlu mendapatkan perhatian secara
lebih terfokus.
Pada saat ini Indonesia telah berada pada tahap
pertama, yakni: mempersiapkan suatu program terikat waktu.