Mengatasi Autisme
  Diare Kronis
  Tanda NAZA
  Rokok dan Keguguran
  Panduan Menyusui
  Kebiasaan Buruk
 
 

 

Lima Kebiasaan Buruk Anak

COBA perhatikan anak anda baik-baik. Apakah mereka seringkali melakukan satu atau lebih dari lima kebiasaan buruk ini?

(1) Mengigit jari kuku,
(2) mengisap ibu jari,
(3) memilin-milin rambut,
(4) mengorek hidung, atau
(5) menahan nafas?

Beberapa orang tua mengeluh dengan wajah cemberut jika anaknya melakukan kebiasaan buruk di atas, apalagi di depan tamu-tamu yang mereka hormati. Jengkel muncul, bahkan sampai membuat uring-uringan.


Walaupun membuat jengkel, orang tua sebenarnya tak harus uring-uringan menghadapinya. Pada banyak kasus, lima kebiasaan buruk ini bisa berlalu dengan sendirinya sesuai perkembangan mental serta tak membahayakan. Itu pun jika orang tua tak berlebihan memberi reaksi.

Tak jarang, orang tua lain justru tak memperhatikan sama sekali kebiasaan buruk anak-anak mereka. Bahkan, pada anak yang memiliki dua kebiasaan buruk, menghisap jempol dan memilin-milin rambut, misalnya, orang tua mengira ini juga dilakukan anak-anak lain.

Apakah sebenarnya arti `kebiasaan' itu? "Kebiasaan adalah pola tingkah laku yang kuat berulang-ulang," kata Tim Wysocki, Ph.D., psikolog dari The Nemours Children's Clinic in Jacksonville, Florida. "Anak yang bertingkah laku demikian seringkali tak sadar itu adalah sebuah kebiasaan," katanya seraya menambahkan, kebiasaan itu banyak lebih dahulu disadari orang tua.

Kebiasaan buruk yang paling banyak dilakukan adalah mengisap ibu jari dan menggigit kuku. Sebuah studi di AS memperkirakan, 40 % anak-anak antara umur lima sampai 18 memiliki kebiasaan menggigit jari kuku mereka, bahkan ada yang menghisap kuku jari kaki. Baik laki-laki atau perempuan memiliki kecenderungan sama. Namun, semakin beranjak usia, kebiasaan ini suka masih melekat pada anak laki-laki.

Mengorek lubang hidung juga merupakan kebiasaan buruk lainnya. Kebiasaan ini berawal sejak usia anak-anak, dan patut dicatat, terkadang terjadi karena contoh orang tua atau keluarga juga. Jika tak percaya, sebuah studi lain menemukan 91 % anak terkadang mengorek hidung sebagai tingkah biasa saja tanpa merasa malu atau sungkan di depan orang lain (karena biasa melihatnya di lingkungan keluarga). Sebagian lainnya malah melakukannya terlalu sering.

Jika anak suka memilin-milin rambut - kebanyakan anak perempuan - biasanya berakhir ketika beranjak remaja. Walaupun sebagian terjadi pada anak laki-laki, tapi yang terus berlanjut sampai dewasa lebih banyak terjadi pada anak perempuan.

Kebiasaan memilih ibu jari untuk dihisap terjadi lantaran ketika bayi, anak-anak merasa aman saat menghisap susu ibu. Beberapa bayi juga menghisap jari lain. Sebanyak 45 % anak yang gemar menghisap jari berumur dua tahun. Berita bagus, hanya lima persen dari anak 11 tahun yang masih melakukan kebiasaan ini.

Kebiasaan lain yang kedengarannya aneh adalah tindakan anak yang mengancam tidak mau bernafas agar keinginan mereka dipenuhi. Kala Shirley Temple, seorang artis cilik Hollywood tahun 1950-an berperan sebagai anak kecil cerdik yang menahan nafasnya supaya kemauannya dituruti, ia berkata, "hold my breath till I turn to blue", semua penonton tertawa. Tapi, bagi anak umum, lain lagi skenarionya.

Kebiasaan menahan nafas sebenarnya lebih banyak mengkhawatirkan orang tua daripada anaknya sendiri. Kebiasaan menahan nafas sebenarnya secara alamiah misalnya biasa dilakukan sejak bayi menginjak usia enam bulan, serta terjadi pada anak-anak aktif.

Pada beberapa kasus, anak bisa jadi menahan nafas terlalu lama sehingga pingsan. Tapi, kenyataannya, jarang sekali kebiasaan ini sampai menyebabkan kematian mendadak. Pada beberapa anak, kebiasaan menahan nafas terjadi satu kali seminggu. Anak lain, terjadi beberapa kali dalam satu hari.

Mengapa kebiasaan ini sampai terjadi?

Para pakar mengakui kalau mereka tak terlalu yakin apa penyebabnya. Namun, tak jarang, kebiasaan ini dijadikan awal proses belajar anak supaya mereka bisa engembangkan kebiasan lain yang lebih positif di kemudian hari.

Kebiasaan bisa jadi hiburan bagi anak yang mengalami kebosanan sebagai mekanisme spontan menenangkan diri. Jika anda menemukan anak sedang menggigit jari atau memilin-milin rambut, ingatlah apakah akhir-akhir ini ia mengalami stress. Bagi anak, itulah cara baginya melepaskan stress, sama seperti orang tua pergi cari makan di luar atau jalan-jalan di taman. Atau, sesekali orang tua juga harus mengoreksi diri apakah kebiasaan itu menurun dari mereka.

Kebiasaan buruk sebagian merupakan kelanjutan dari kehidupan saat bayi. Mereka mengisap jari juga sebagai upaya menenangkan diri layaknya ketenangan ketika menyusu. Memilin rambut juga bisa dilakukan anak karena ingat saat ibu mereka mengelus-elus rambut.

Namun, ada juga yang dilakukan karena ingin menarik perhatian atau memanipulasi orang tua. Jika anak merasa tak diperhatikan, tentu saja mereka akan melakukan hal yang bisa menarik perhatian dan reaksi orang tua.

Anak yang tak suka tidur terlalu cepat cenderung suka menahan nafas mereka sehingga menakutkan orang tua, sehingga mereka pun diperbolehkan tidur lebih malam. Cara seperti ini merupakan tanda-tanda anak yang punya kebiasaan terlalu mengontrol orang atau lingkungannya. Orang tua yang terlalu protektif atau kaku terhadap beberapa agenda serta aturan dipercaya menjadi penyebab kebiasaan
ini.

"Berita bagusnya, kebiasaan ini umumnya bisa hilang," kata D'Arcy Lyness, Ph.D., ahli anak. "Anak-anak membuat orang tua bingung, tapi orang tua lainnya tak terlalu pusing. Pada beberapa kasus, jika orang tua tak terlalu mempedulikan, kebiasaan berhenti karena anak tak merasa perlu melakukannya lagi atau beranjak remaja." Biasanya, menghilang saat mereka masuk usia taman kanak-kanak.

Jika kebiasaan ini anda pikir seharusnya sudah tak dilakukan pada usia anak anda sekarang, mengganggu orang lain, atau membahayakan dirinya sendiri, sebaiknya lakukan tahap berikut:

Ingatlah apa yang menyebabkan anda tidak suka dan mengapa. Pendekatan ini bisa dilakukan pada anak sampai umur tiga tahun. Misalnya, coba katakan pada mereka, "Ibu tidak suka kalau kamu menggigit jari. Kurang sopan. Bisa tidak kalau di depan teman ibu, dihentikan?". Paling penting, jangan sampai mengkuliahi, mengkiritik keras, apalagi sampai menghukum karena malah bisa membuatnya menjadi-jadi.

Berbaurlah dengan anak dalam proses perubahan. Katakan pada mereka dan doronglah kalau mereka, jika memang benar-benar ingin menghentikan kebiasaannya, pasti bisa. Jika anak berumur lima tahun pulang dari sekolah sambil menangis setelah diolok-olok temannya karena kebiasaan mengisap jempol, maka anda tidak berhak memarahinya. Saat tangis reda, ajaklah untuk menghentikan kebiasaan itu secara halus.

Jelaskan secara positif kebiasaan baik lain yang anda ingin anak lakukan. Daripada berkata,"Jangan gigit jari kamu!", lebih baik katakan, "Katanya, kukunya mau tumbuh?". Menempelkan gambar tempel sehingga jari terasa pahit misalnya, adalah cara lain menghentikan kebiasaan menghisap jari.
Hargailah anak jika mereka memperlihatkan penguasaan diri. Misalnya, menawarkan bacaan cerita sebelum tidur jika mereka bersedia tidur tanpa menghisap jempol.

Untuk kasus menahan nafas, cara terbaik adalah tidak menghiraukannya. Memberi reaksi berlebihan hanya akan membuat mereka bertambah buruk. Jika mungkin, anda pergi saja ke ruangan lain. Mereka belajar bahwa kebiasaan seperti itu tak akan menarik perhatian orang lain. Namun, orang tua harus banyak berbuat untuk mengurangi frustasi mereka, dan mengajarkan batasan-batasan antara tingkah laku yang dilandasi sebuah tujuan dan mana yang menjadi kebiasaan baik.

Kebiasaan buruk meminta waktu untuk bisa hilang (bisa tiga minggu atau lebih). Orang tua sebaiknya bersabar. Juga harus diingat orang tua supaya konsisten, termasuk saat memberikan penghargaan jika mereka berhasil melakukannya. Jika anda pun gagal memperhatikan bebiasaan yang baik, mereka pun tak akan menghiraukan nasihatlainnya. Kebiasaan baik yang baru dan berkelanjutan harus terbangun sebelum
kebiasaan lama berhenti.

Kapan sebuah kebiasaan bisa dikatakan bukan lagi sebagai kebiasaan?

Pada sedikit contoh, kebiasaan ini tak lagi sekadar kebiasaan, namun bisa jadi akibat dari masalah psikologis. Sebuah kebiasaan bisa jadi sebuah gejala dari sebuah kondisi yang lebih buruk. Misalnya, anak yang biasa mengorek hidung bisa menyebabkan berdarah.

Bisa juga anak yang tak hanya memilin, tapi menarik-narik rambut, sehingga menderita trichotillomania. Atau, infeksi karena menggigiti kuku. Anak yang sering menghisap jari juga bisa rusak pertumbuhan giginya, seperti rapuh saat anak bertambah umur.

Kebiasaan yang terjadi terlalu sering juga bisa menyebabkan mereka terasing secara sosial. "Saat seorang memaksakan kehendak melakukan sesuatu tingkah laku, ia akan merasa puas, dan melakukannya lagi," kata Dr. Wysocki. Jika anak tak mau bicara di
sekolah gara-gara ibu jarinya tak mau dikeluarkan dari mulut, tentu saja ini bukan lagi kebiasaan, tapi tingkah laku yang negatif.

Kapan saatnya meminta bantuan?

Kebanyakan kebiasaan buruk berlalu tanpa bantuan dokter atau ahli anak. Namun, jika kebiasaan ini sudah membuat anak terganggu secara psikologis dan sosial, bahkan sampai membuat anda sendiri frustasi, sebaiknya anda bertanya pada ahlinya. (*/rin)